Aku Tak Ingin Menjadi Pahlawan

Berkali-kali aku bertemu dengan orang muda, yang hebat. Penuh energi, penuh inspirasi, dan visi. Aku mengenal mereka dari karya yang telah mereka buat. Ada pekerjaan hebat yang telah mereka lakukan. Aku kagum dengan apa yang mereka ciptakan. Lalu aku akan sejenak menengok diriku sendiri. Aku belum ngapa-ngapain. Kok bisa sih mereka udah jauh gitu?
Sejujurnya, ada iri dalam hati.

Seringkali aku mendapatkan kisah itu, bukan dari sosok aslinya. Tapi orang-orang yang ada di sekitarnya. Orang-orang yang mengambil manfaat dari diri mereka. orang-orang yang menjadikan anak muda-anak muda itu pahlawan. Orang-orang yang dengan senang dan bangga menceritakan kebaikan para anak muda tadi.

Hingga akhirnya aku memiliki beberapa kesempatan yang luar biasa. Aku bertemu langsung dan bicara dengan mereka. Orang-orang luar biasa. yang usianya tak beda denganku. Atau bahkan lebih muda dariku. Tapi mampu melakukan hal yang bagiku luar biasa. Aku mengingat sebuah buku. “bukan di negeri dongeng” judulnya. kisah orang-orang luar biasa yang dapat kau temui di dunia nyata. Dan ternyata aku banyak menemukannya. Mereka bertebaran dimana-mana.

Ketika aku berbicara dengan orang-orang ini, mereka bercerita dengan biasa. Tak ada rasa bangga. Mereka bercerita bahwa hal itu biasa aja bagi mereka. Apa yang telah mereka lakukan, adalah hal yang lumrah. Dan semua orang bisa melakukannya.

Ketika aku mendengarkan, terkadang aku merasakan beban mereka sebagai orang luar biasa. Terkadang aku juga merasakan, ada rasa lelah yang mendera diri mereka. Adalah hal yang wajar. Seseorang yang memiliki manfaat bagi orang lain, secara tidak langsung ada beban orang dalam dirinya. Maka, kelelahan adalah harga yang mesti dibayar. Mending jika hanya kelelahan. Beberapa bahkan menyerahkan darah hatinya sebagai bayaran. Hingga akhirnya beberapa memilih untuk menjadi orang biasa. Mereka tak merasa sanggup dengan beban yang mereka terima.

Bagiku mereka tetaplah orang biasa yang luar biasa. Ada kalanya mereka lelah. Ada kalanya mereka kalah.

Beban orang seperti mereka, bukanlah beban yang dapat diterima orang biasa. “Kekuatan yang besar, menuntut tanggung jawab yang besar” kata paman Ben.

Menjadi pahlawan bukan hal yang mudah. Beberapa bahkan tidak menginginkannya. Tapi mereka juga tak mampu menahan kekuatan besar dalam diri mereka. Kekuatan yang mampu menggerakan. Kekuatan yang mampu mengikat hati. Kekuatan yang membuat mereka diikuti. Hingga dengan sendirinya gelar pahlawan terpatri.

Menjadi pahlawan bukan tanpa rintangan. Cacian, celaan, dan hinaan. Entah sudah berapa yang diterima. ia begitu menyakitkan. seperti sebuah asahan pada pisau. Ia membuat pisau tersayat-sayat. Tapi membuat pisau selalu tajam dan kuat. tinggal seberapa kuat menerima itu semua.

Menjadi pahlawan penuh dengan ujian. Bahkan jika itu disebut pujian. Ia seperti angin lembut yang menerpamu di atas pohon. Membuatmu merasa nyaman, hingga kau tertidur. Lalu terjatuh dan mati hingga kau tak lagi berarti.

Menjadi pahlawan bukanlah sebuah pilihan menyenangkan. Aku tak ingin menjadi seperti itu. Merepotkan. Hingga salah seorang pahlawanku mengatakan ini kepadaku.

“jika nanti kau masuk surga, tolong cari aku.
Jika kau tak menemukanku, mintalah kepada Allah.
Mintalah Ia untuk mencariku hingga di dasar neraka.
lalu, mintalah Ia agar memindahkanku ke surga.
Semoga aku memiliki satu hal
aku memiliki kebaikan yang membantumu masuk surga.
yang dengan itu, Allah menerima permintaanmu.”

Aku ingin menangis. Ya, ia benar. Aku ingin juga mengatakan hal itu. Dan satu-satunya cara agar aku dapat melakukannya, adalah dengan menjadi berarti di mata orang lain. Maka, apakah masih tak ingin menjadi pahlawan?
aku ingin jadi pahlawan. setidaknya untuk orang-orang yang berarti dalam hidupku.

Terima kasih pahlawan-pahlawanku. Sekali lagi, Allah telah menyelamatkanku, lewat dirimu…

Leave a comment